Kebebasan berbicara

Kebebasan berbicara (bahasa Inggris: Freedom of speech) adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian. Dapat diidentikkan dengan istilah kebebasan berekspresi[1] yang kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan bukan hanya kepada kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada tindakan pencarian, penerimaan dan bagian dari informasi atau ide apapun yang sedang dipergunakan. Walaupun kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi terkait erat dengan sebuah kebebasan, tetapi berbeda dan tidak terkait dengan konsep kebebasan berpikir atau kebebasan hati nurani.

Kebebasan berbicara atau berekspresi, menurut Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, mencakup kebebasan untuk bebas berpendapat tanpa adanya intervensi.[2]

Kebebasan berekspresi atau berbicara merupakan hak dasar dari setiap manusia sesuai amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang telah di amandemen. Hak kebebasan dalam berpendapat yang disesuaikan pada pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepatutnya dilaksanakan oleh semua pihak karena Undang-Undang Dasar telah mengamanatkan tentang kebebasan dalam berbicara dan mengeluarkan pendapat. Keharusan bagi kita sebagai warga masyarakat yang bernaung dalam wilayah administrasi Indonesia. Bung Hatta menggagas sebuah ide tentang kebebasan berpendapat yang berbunyi hak rakyat untuk menyatakan perasaan baik itu berbentuk lisan dan tulisan, berkumpul dan bersidang diakui oleh negara dan ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945.[3] Kebebasan berpendapat atau menyatakan pendapat dimuka umum merupakan bagian dari wujud demokrasi dan dijamin oleh negara. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang memiliki persamaan hak sesuai dengan kaidah dan normal yang berlaku pada masyarakat itu sendiri. Bisa dikatakan kebebasan berbicara dijamin oleh negara selama tidak menyalahi dan merugikan pihak lain serta disampaikan secara sopan.

Proses demokratisasi di Indonesia saat ini menempatkan publik sebagai pemilik atau pengendali utama kebebasan dalam berbicara. Kebebasan berbicara begitu penting untuk dimiliki oleh setiap manusia untuk mengungkapkan ide, opini, pendapat dan ungkapan perasaannya untuk didengar oleh pihak lain. Kebebasan ini merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia dan sudah barang tentu kebebasan ini jangan sampai melanggar kepentingan publik pihak lain. Wahid mengatakan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi berlaku untuk semua jenis ide termasuk yang mungkin sangat offensive atau menyanggung namun dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dibatasi secara sah oleh pemerintah apabila melanggar etika kesopanan. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melarang perkataan yang mendorong kebencian dan hasutan dan pembatasan tersebut dapat dibenarkan. Hak berpendapat atau berbicara boleh disampaikan dengan terbuka berdasarkan norma ketentuan yang berlaku di masyarakat demi melindungi kepentingan publik dan hak reputasi orang lain. Baik itu hak berbicara dan berekspresi kedua-duanya terkait erat satu sama lain, namun berbeda dengan konsep hak kebebasan berpikir dan hati nurani.[4]

  1. ^ http://www.unhchr.ch/html/menu3/b/a_ccpr.htm Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
  2. ^ Nations, United. "Universal Declaration of Human Rights". United Nations (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-02. 
  3. ^ Novelica, Indrianto (2018). "Implementasi Asa Kebebasan Berbicara Dalam Pasal 27 Ayat 3 UU No 11 Tahun 2008" (PDF). eprints.umm. Diakses tanggal 5/12/2021. 
  4. ^ "Ketentuan Kebebasan Berpendapat dalam UUD". www.mkri.id. 14/12/2020. Diakses tanggal 3/12/2021. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search